Langsung ke konten utama

Emilia Nomleni dan Oase di Tengah Minimnya Keterwakilan Perempuan di Pilkada

Saya bukan tim sukses, juga bagian dari hiruk pikuk Pilkada NTT. Saya hanya tertarik untuk membahas tentang perempuan (kesukaan saya), khususnya kehadiran Emilia Nomleni dalam pentas Pilkada NTT.

Gong Pilkada telah dimulai. Para Paslon  beramai-ramai parade dari sejak pendafaran di KPUD sampai pada deklarasi. Riuh dan riak para pendukung juga turut memeriahkan parade ini, ada yang protes soal jalanan yang macet, sampah-sampah berserakan juga tak sedikit yang bernyanyi menyanjung. Itu sah dan wajar dalam demokrasi. Politik selain sebagai seni memenangkan kekuasaan, ia juga seni menciptakan riuh dan gaduh. Politisi tahu betul soal itu. 

Lonceng Pratanda dimulainya Pilkada bergaung juga di NTT. Propinsi yang digelari daerah paling demokratis di Indonesia ini memunculkan empat pasangan Calon pemimpin untuk 5 tahun kedepan yakni: Benny K. Harman - Benny Litelnoni, Viktor B. Laiskodat - Josep A. Naesoi, Marianus Sae - Emilia Nomleni, serta Esthon Foenay - Christian Rotok. Berkas keempatnya sudah masuk di KPUD NTT dan rencananya pekan depan KPUD NTT mengumumkan hasil verifikasi berkas Paslon yang sudah masuk. 

Apa yang menarik? 
Pilkada NTT menjadi menarik terutama dengan kehadiran Emilia Nomleni, satu-satunya figur perempuan dalam kontestasi ini. Kehadiran Emilia Nomleni dalan kontestasi ini jelas menjawabi kegelisahan saya juga sebagian yang lain yang peduli pada keterlibatan perempuan dalam politik. Amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 8 ayat 2 huruf e tentang keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen pada kepengurusan partai tingkat pusat sebagai syarat peserta pemilu.

Meski Undang-Undang di atas hanya menyebutkan keterlibatan perempuan dalam struktur kepengurusan partai, setidaknya perempuan sudah diakomodir dalam pentas Pilkada NTT dengan hadirnya Emilia Nomleni. Emilia Nomleni selain ada di struktur kepengurusan PDIP, ia juga menjadi satu-satunya perempuan yang menjadi bulan di tengah kekelaman minimnya keterlibatan perempuan dalam Pilkada. 

Kentalnya Oligharki Laki-Laki
Sampai pada detik ini, saya masih meyakini bahwa perempuan yang terlibat politik di NTT sungguh sangat banyak. Kehadiran mereka dalam politik ada di struktur partai sampai pada caleg, dan lainnya. Lalu apa yang membuat mereka susah muncul ke permukaan? Perempuan di NTT banyak yang hebat, khususnya dalam politik. Minimnya kehadiran mereka dalam permukaan terutama disebabkan faktor masih kentalnya oligharki laki-laki. Laki-laki masih dipercaya sebagi pemegang tunggal dalam dunia perpolitikan di daerah ini. Sistim kebudayaan, cara pandang terhadap perempuan sebagai makhluk kelas dua jelas menjadi permasalahan tersendiri yang harus tuntas di jawab di tahun-tahun yang akan datang. 

Emilia Nomleni adalah pembalikan dari semua itu. Ia, satu-satunya perempuan yang hadir dalam kontestasi ini menjadi jawaban untuk setiap pertanyaan: Perempuannya mana?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mantan

Apa yang lebih indah dari mantan?  Kenangan, itu jawabannya.  Mantan, menyebut ini saya agak takut. Bukan karena membludaknya kenangan tetapi lebih kepada kembalinya mantan ke pentas.  Apa pasalnya? Sini!!! Saya mau cerita dulu. Pada zaman dahulu, sewaktu sang Mantan jadi kepala suku, ada sebuah proyek besar di negeri antah berantah yang dinamakan proyek Ekatepe. Semua pembesarnya terlibat. Setelah sang mantan diganti, proyek itu kemudian tercium menyimpan masalah. Lalu pembesar-pembesarnya ditersangkakan. Eh, ada nama sang Mantan disebut.  Di buku-nya, ada namaku disebut, kata sang Mantan. Sang Mantan kemudian mencak-mencak.  "Eh, semasa saya tak pernah ada laporan permasalahan proyek itu", kata sang mantan. Kenapa sekarang, kok menyebut nama saya? Itu fitnah, tau!!!!!! (?) Lalu, sang Mantan mengadakan presscon.  "Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Aku ini mantanmu. Mantan terindahmu. Lupakah kamu dengan suaraku, ingatkah kamu wajah ini? Yang selalu manis untukmu