Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Politik

Mantan

Apa yang lebih indah dari mantan?  Kenangan, itu jawabannya.  Mantan, menyebut ini saya agak takut. Bukan karena membludaknya kenangan tetapi lebih kepada kembalinya mantan ke pentas.  Apa pasalnya? Sini!!! Saya mau cerita dulu. Pada zaman dahulu, sewaktu sang Mantan jadi kepala suku, ada sebuah proyek besar di negeri antah berantah yang dinamakan proyek Ekatepe. Semua pembesarnya terlibat. Setelah sang mantan diganti, proyek itu kemudian tercium menyimpan masalah. Lalu pembesar-pembesarnya ditersangkakan. Eh, ada nama sang Mantan disebut.  Di buku-nya, ada namaku disebut, kata sang Mantan. Sang Mantan kemudian mencak-mencak.  "Eh, semasa saya tak pernah ada laporan permasalahan proyek itu", kata sang mantan. Kenapa sekarang, kok menyebut nama saya? Itu fitnah, tau!!!!!! (?) Lalu, sang Mantan mengadakan presscon.  "Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Aku ini mantanmu. Mantan terindahmu. Lupakah kamu dengan suaraku, ingatkah kamu wajah ini? Yang selalu...

Money, Power, More Money

Gambar: google -------------------------- Oleh: Ronaldus Adipati Kunjung* Sebuah kekuasaan lahir dari pengakuan, legitimasi. Tetapi legitimasi saja belumlah final. Ada antrian tanggung jawab mengikutinya. Dari tanggung jawab lahirlah kebijakan, policy. Dan kadang-kadang, policy jugalah menyuburkan egoisme juga korupsi. Barangkali dari sinilah terminologi MPM lahir.  Money, Power, more Money (MPM) Teori tentang kekuasaan selalu menarik untuk dikaji. Kajian yang paling menarik - tentu saja relevan dengan tulisan ini-menurut saya adalah kajian tentang kekuasaan yang dilakukan Montesque bahwa kekuasaan selalu punya korelasi dengan orang yang berkuasa. Dalam telaah Montesque ada tiga kecenderungan orang yang berkuasa yaitu sebagai berikut: Pertama, kecenderungan untuk mempertahankan kekuasaan. Kedua, kecenderungan untuk memperbesar kekuasaan. Ketiga adalah kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan. Dalam kaitannya dengan memanfaatkan kekuasaan ini sering terjadi abuse of power yang aca...

Emilia Nomleni dan Oase di Tengah Minimnya Keterwakilan Perempuan di Pilkada

Saya bukan tim sukses, juga bagian dari hiruk pikuk Pilkada NTT. Saya hanya tertarik untuk membahas tentang perempuan (kesukaan saya), khususnya kehadiran Emilia Nomleni dalam pentas Pilkada NTT. Gong Pilkada telah dimulai. Para Paslon  beramai-ramai parade dari sejak pendafaran di KPUD sampai pada deklarasi. Riuh dan riak para pendukung juga turut memeriahkan parade ini, ada yang protes soal jalanan yang macet, sampah-sampah berserakan juga tak sedikit yang bernyanyi menyanjung. Itu sah dan wajar dalam demokrasi. Politik selain sebagai seni memenangkan kekuasaan, ia juga seni menciptakan riuh dan gaduh. Politisi tahu betul soal itu.  Lonceng Pratanda dimulainya Pilkada bergaung juga di NTT. Propinsi yang digelari daerah paling demokratis di Indonesia ini memunculkan empat pasangan Calon pemimpin untuk 5 tahun kedepan yakni: Benny K. Harman - Benny Litelnoni, Viktor B. Laiskodat - Josep A. Naesoi, Marianus Sae - Emilia Nomleni, serta Esthon Foenay - Christian Rotok...

Euthanasia

Saya tak menyukai kebisingan dan karena itu saya sering memaki. Bukan sekedar bising. Bising dalam ketegorinya terbagi antara bising wajar dan tak wajar. Bising wajar adalah bising biasa berupa silang pendapat, ide, juga gagagasan. Bising tak wajar jika itu perbedaan ide yang mengarah ke disintegrasi, melumat persatuan dan meludahi kebhinekaan. Dan dari situlah - bising tak wajar itu saya membenci bising. Acapkali negara ini menguras energi berlebihan untuk bising yang tak wajar ini. Acapkali pula negara dipaksa tunduk juga menyerah terhadap kelompok dari yang bising ini. Negara kerap gagal mengidentifikasikan dirinya, menemukan dirinya - menyatakan kekuasaannya di hadapan kelompok ini. Dan itu saya benci dan tak bisa untuk mahfum. Dari sinilah, saya merasa bahwa euthanasia itu perlu. Bukan sekedar perlu, ini juga penting dan barangkali darurat. Negara tak boleh gagal juga kalah, itu pesannya. Jika saja euthanasia legal di negara ini, negara tak perlu panas kuping terhadap semu...

Bertolaklah ke Tempat yang Terpencil

Pengantar Sosialiasi para Cabub dan Cagub 2018 di wilayah NTT ini terkesan elitis. Mereka hanya menyambangi wilayah-wilayah perkotaan yang gampang dijangkau dengan mobil dan jalan kaki. Kapan kampung kami dijadikan sebagai tempat mereka menyosialisasikan diri jika mereka tidak pernah ke sini? Bagaimana mereka tahu masalah di kampung kalau sasaran sosialisasinya hanya di kota dan pinggirannya? Atau apakah mereka hanya menjadi bupati dan gubernur orang kota saja? Itu salah satu keluh kesah dari warga Desa Compang Necak, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur kepada penulis saat liburan Natal dan Tahun Baru kemarin.  Keluh kesah dan Bahasa Setan Keluh kesah dalam KBBI artinya segala ucapan yang terlahir karena kesusahan juga kepedihan. Keluh kesah bisa jadi beban pribadi juga kolektif warga masyarakat. Ia selalu lahir dari etalase ketertinggalan, keterpinggiran - dari sebuah isolasi.  Parade kepincangan pembangunan antara satu wilayah dan wilayah lain merup...