Langsung ke konten utama

Membangun dari Desa, Apa yang Salah?


Membangun dari Desa

Perdebatan tentang ini ramai dan cukup seru. Tetapi dari semuanya, tak ada satupun yang pikirannya bersayap. Argumentasinya cerdas tetapi tidak terlalu menyentuh.

Apa arti pembangunan? 
Pembangunan itu suatu proses menuju perubahan. Perubahan seperti apa? Perubahan untuk menjadikan masyarakat lebih manusiawi, secara sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Konsep pembangunan tidak melulu soal gedung yang mentereng, jalan-jalan yang diaspal rapi, tetapi lebih dari itu konsep pembangunan adalah PENDIDIKAN, PENCERAHAN, PEMBERDAYAAN untuk menciptakan rasa NASIONALISME.

Apa arti gedung mentereng, jalan beraspal kalau untuk menjawab 1 + 1 saja masyarakat masih ragu untuk bilang 2? Di sinilah konsep pembangunan itu mempunyai sisi lain. 

Masyarakat Desa masih banyak yang rendah SDM-nya dan karena itu harus diberdayakan. Mereka harus diberikan ruang untuk pelatihan, kerja, dan sebagainya. Apa arti dana 1 M kalau pegang tuts laptop saja tangan operator Dana Desa masih gemetar?

Sungguh sebuah kesalahan jika pola pikir kita dibentuk untuk menyerang. Ide-ide kreatif musnah karena larut dalam ketak sukaan. Mengapa warga Elar menjerit karena jalan buruk kalau mereka sudah punya dana 1M? Di situlah letak persoalannya. Segala sesuatu punya batas kewenangannya sendiri. Ada yang Desa punya, Kabupaten, juga Propinsi. Semua punya wewenang. 

Konsep membangun dari Desa saya setuju sekali. Selama ini pemerintah Desa sebagai konsumen semata menghabiskan uang untuk berbagai hal yang bisa dilihat oleh mata tetapi tidak oleh hati. Banyak Desa yang infrastrukturnya bagus tetapi remaja di dalamnya banyak yang putus sekolah. 

Membangun dari Desa hadir dari keperihatinan tentang itu. Maka lahirlah konsep E3N (Education, Enlightment, Empowerment, and Nationalism). Secara fisik desa ok tetapi mental? Itu yang harus direhab. Maka pemerintah baik daerah kabupaten maupun Pemprov hadir memberikan pendidikan, pencerahan, pemberdayaan sehingga bisa terciptanya semangat nasionalisme dalam diri masyarakat. 

Desa punya batas SDM nya sendiri dan tak bisa lepas dan lekang dari rangkulan Kabupaten juga Propinsi. Jadi apa yang salah? 

Pikiran kitalah yang bersalah. Kita sudah dibentuk untuk membenci dan oleh kebencian. Bahkan, untuk melihat kebenaran diujung seberang kita masih tunduk dan malu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mantan

Apa yang lebih indah dari mantan?  Kenangan, itu jawabannya.  Mantan, menyebut ini saya agak takut. Bukan karena membludaknya kenangan tetapi lebih kepada kembalinya mantan ke pentas.  Apa pasalnya? Sini!!! Saya mau cerita dulu. Pada zaman dahulu, sewaktu sang Mantan jadi kepala suku, ada sebuah proyek besar di negeri antah berantah yang dinamakan proyek Ekatepe. Semua pembesarnya terlibat. Setelah sang mantan diganti, proyek itu kemudian tercium menyimpan masalah. Lalu pembesar-pembesarnya ditersangkakan. Eh, ada nama sang Mantan disebut.  Di buku-nya, ada namaku disebut, kata sang Mantan. Sang Mantan kemudian mencak-mencak.  "Eh, semasa saya tak pernah ada laporan permasalahan proyek itu", kata sang mantan. Kenapa sekarang, kok menyebut nama saya? Itu fitnah, tau!!!!!! (?) Lalu, sang Mantan mengadakan presscon.  "Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Aku ini mantanmu. Mantan terindahmu. Lupakah kamu dengan suaraku, ingatkah kamu wajah ini? Yang selalu manis untukmu