Langsung ke konten utama

Merindukan Hypatia



'Jika dua benda senilai dengan benda ketiga maka nilai masing-masing adalah sama'.

Sepak terjang agama diwarnai darah dan air mata. Jauh-jauh hari sebelum saat ini, agama sudah berkutat dalam persoalan bunuh-membunuh. Film Agora menyajikan ini secara gamblang.

Film yang disutradarai oleh Alejandro Amenabar tersebut diluncurkan tahun 2009. Kata Agora berasal dari kata bahasa Yunani yang jika diterjemahkan sebagai tempat untuk pertemuan terbuka di negara-kota di Yunani Kuno.

Film yang dibuka dengan perdebatan antara penganut agama Katolik dan Yunani Kuno menghadirkan wajah agama yang sarkas dan sangar. Perdebatan yang berakhir dengan kekalahan “agama Yunani Kuno” karena tidak sanggup berjalan di atas bara api adalah pembuktian bahwa agama bisa berwajah ganda: damai dan kekerasan.

Hypatia dan Gagasan Persaudaraan

Saya ingat sepak terjang Hypatia, perempuan dalam film itu. Hypatia, perempuan yang berada dalam kepungan kekacauan tiga agama: Yunani Kuno, Yahudi, dan Katolik kokoh mempertahankan keyakinannya. Dalam salah satu dialog dengan Orestes, sang pemimpin, ketika ditanya tentang agama apa yang dia percayai, dia lantang menjawab: Saya percaya Filsafat.

Hypatia bukan seorang perempuan biasa dalam film itu. Ia adalah pengajar sekaligus ilmuwan yang konsen terhadap pembuktian bahwa bumi itu bulat dan pusat alam semesta.

Hypatia adalah perempuan yang menaruh perhatian besar terhadap agama. Bagi Hypatia, agama seharusnya bersaudara. Ia terkenal dengan filosinya: 'Jika dua benda senilai dengan benda ketiga maka nilai masing-masing adalah sama'. Jika diterjemahkan, maka semua agama adalah sama dan karena itu nilainya sama. Tak ada agama yang paling benar sendiri.

Hypatia, meski kukuh, pada akhirnya rapuh. Ia dibakar oleh penganut Kristen. Mengutip Injil: Surat Pertama Rasul Paulus Kepada Timoteus, Hypatia didakwa sebagai perempuan penghasut dan penyihir.

Ia ditelanjangi oleh pemeluk Kristen kemudian dengan tanpa rasa bersalah melemparinya dengan batu, memutilasinya lalu membakarnya di atas tumpukan kayu.

Melihat laku agama yang mengklaim diri paling benar sekarang ini, saya ingat Hypatia, khususnya Filosofinya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mantan

Apa yang lebih indah dari mantan?  Kenangan, itu jawabannya.  Mantan, menyebut ini saya agak takut. Bukan karena membludaknya kenangan tetapi lebih kepada kembalinya mantan ke pentas.  Apa pasalnya? Sini!!! Saya mau cerita dulu. Pada zaman dahulu, sewaktu sang Mantan jadi kepala suku, ada sebuah proyek besar di negeri antah berantah yang dinamakan proyek Ekatepe. Semua pembesarnya terlibat. Setelah sang mantan diganti, proyek itu kemudian tercium menyimpan masalah. Lalu pembesar-pembesarnya ditersangkakan. Eh, ada nama sang Mantan disebut.  Di buku-nya, ada namaku disebut, kata sang Mantan. Sang Mantan kemudian mencak-mencak.  "Eh, semasa saya tak pernah ada laporan permasalahan proyek itu", kata sang mantan. Kenapa sekarang, kok menyebut nama saya? Itu fitnah, tau!!!!!! (?) Lalu, sang Mantan mengadakan presscon.  "Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Aku ini mantanmu. Mantan terindahmu. Lupakah kamu dengan suaraku, ingatkah kamu wajah ini? Yang selalu manis untukmu